“Di
saat kita memutuskan untuk maju atau berhenti, maka di saat itulah kita
sudah mengerti batas kemampuan diri kita.” – AC Huang
Tidak saya pungkiri bahwa menonton film seri silat adalah salah satu kegemaran saya. Salah satunya adalah film seri Sia Tiauw Eng Hiong. Ada apa dengan film ini ? Berikut tayangan sederhana yang saya tulis beberapa waktu lalu : Di dalam cerita silat Sia Tiauw Eng Hiong, ada empat jago silat yang kondang, yaitu : Ang Cit Kong (ketua partai pengemis) yang dijuluki pengemis Utara, Oey Yok Soe yang dijuluki Sesat Timur, Auw Yang Hong yang dijuluki Racun Barat, dan It Teng Tay Soe yang dijuluki Raja Selatan. Ke-empatnya mempunyai ilmu yang sangat tinggi dan disegani oleh perguruan-perguruan besar seperti Shao Lin.
Selain berilmu tinggi, ke-empatnya mempunyai kebiasaan aneh. Misalnya saja Ang Cit Kong yang mempunyai kebiasaan minum arak dan mencuri makanan enak. Di dalam cerita, dikisahkan mereka mempersiapkan diri untuk bertanding di puncak Hoa San untuk menentukan juara pertama dalam ilmu silat. Mereka juga memperebutkan kitab ilmu silat Kiu Im Cin Keng yang dikenal berisikan teknik silat terhebat. Kitab silat tersebut tersimpan di perguruan Coan Cin Pai, dan perguruan ini menjaganya dengan ketat lewat formasi tujuh bintangnya.
Singkat cerita, Oey Yok Soe berhasil mendapatkan kitab silat tersebut setelah memperdaya Cioe Pek Thong yang dipercaya oleh perguruannya untuk menjaga kitab silat tersebut sesudah ketua perguruan Coan Cin Pay mangkat. Sebenarnya, Oey Yok Soe tidak mencuri atau mengambilnya secara paksa, melainkan dia meminta istrinya untuk menghafalnya. Istri Oey Yok Soe dikisahkan mempunyai kemampuan mengingat yang sangat tinggi meskipun hanya melihat sekilas yang dia baca. Istri Oey Yok Soe meminjam kitab silat dari Cioe Pek Thong dengan alasan mau melihat saja. Oleh karena Cioe Pek Thong lugu maka diperlihatkanlah kita itu ke istri Oey Yok Soe. Dalam tempo singkat, seluruh isi kitab sudah terbaca, dan diingat.
Istri Oey Yok Soe segera menyalinnya. Oleh karena terlalu bekerja keras, akhirnya selesai menyalin, istri Oey Yok Soe sakit dan meninggal dunia. Oey Yok Soe sangat terpukul dan berusaha sekuat tenaga untuk menghidupkannya kembali. Dia membangun sebuah ruangan khusus yang dilapisi oleh batu-batu es dan istrinya dibaringkan di atas batu es supaya tidak membusuk. Setiap malam, Oey Yok Soe mengobati istrinya dengan menyalurkan tenaga dalam. Tapi tidak berhasil dan istrinya tetap mati ! Menyadari hal ini, Oey Yok Soe menghentikan usahanya, dan mulai menerima kenyataan. Tetapi dia tetap berharap istrinya hidup kembali.
Saya juga pernah menjadi seperti Oey Yok Soe, sampai-sampai almarhum Papa menasehati saya bahwa kita ini ibaratnya gelas kosong yang diisi air. Kalau terus menerus diisi maka air akan dapat tumpah. Nasehat ini diberikan kepada saya waktu saya SMA, di saat saya terlalu keras berlatih bulu tangkis, karena saya ingin bisa menjadi juara antar sekolah. Memang, pada waktu itu, saya berlatih setiap hari pagi dan sore. Bahkan hari minggu juga berlatih. Saya berlatih keras, dan tentu tanpa kenal lelah. Melihat cara saya berlatih, guru olahraga yang sekaligus pelatih bulu tangkis saya juga melarang saya berlatih dengan cara demikian.
Dia jelaskan bahwa otot dan tubuh kita juga perlu istirahat untuk pemulihan. Saya tetap bandel dan bahkan berlatih dengan lebih keras ala saya. Dua bulan lebih seminggu, saya berlatih dengan cara demikian, dan memasuki minggu ke dua di bulan kedua, fisik saya tiba-tiba drop ! Saya sakit demam. Saya minum obat demam yang ada, dan tetap berlatih. Saya mempunyai pemikiran bahwa penyakit harus saya lawan dan akan sembuh dengan olahraga. Di saat berlatih, saya tiba-tiba muntah dan Guru olahraga membawa ke klinik sekolah. Saya tidak tahu kejadian selanjutnya, dan yang saya tahu adalah sudah berada di rumah sakit dengan infus dan selang bantu pernafasan.
Berefleksi dari cerita Oey Yok Soe dan pengalaman-pengalaman yang saya alami, saya sadar bahwa sayapun masih sering menjadi seperti Oey Yok Soe, dan meskipun saya sudah pernah masuk rumah sakit gara-gara over training, tetapi saat ini saya juga masih tetap bandel dan memaksa diri untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya di luar limit kemampuan saya. Bekerja keras tanpa istirahat cukup, lupa makan, makan sembarangan (artinya : terlalu banyak makan makanan berlemak, goreng-gorengan, kurang makanan berserat, dll) dan lupa menjaga kesehatan.
Tidak hanya itu, saya juga sering memaksakan sesuatu yang sebenarnya di luar batas kemampuan saya. Memaksakan diri untuk melakukan sesuatu di luar batas kemampuan ini juga pernah saya lakukan. Dua tahun lalu, saya dan partner saya membuka divisi baru di bidang futures trading. Pada waktu itu, kami ditawari untuk membuka usaha ini oleh salah seorang mantan manager di sebuah perusahaan futures. Dia paparkan rencana dan perhitungan hasil usaha, termasuk untung rugi. Kami setuju dan mulailah bisnis baru ini. Tiga bulan berlalu, dan hasilnya masih nol. Bulan berikutnya, ada hasil tapi masih merugi..dan mulai bulan ke 6 kembali nol. Setiap bulan selalu nombok untuk overhead, dan makin lama makin menggelembung jumlahnya. Di bulan ke 9, kami memutuskan untuk stop bisnis ini. Lebih baik kami beri pesangon ke semua staff, daripada tenggelam lebih dalam. Dari pengalaman ini, saya mendapat pencerahan perihal mengapa sering terjadi seorang pengusaha besar rela melepas bisnisnya atau menjualnya ke orang lain. Juga, saya menjadi paham mengapa ada pengusaha yang berani ekspansi justru di saat orang lain tidak berani. Menurut saya, ini adalah hasil pertimbangan matang yang didasarkan pada kemampuan untuk tahu kapan harus maju, dan tahu kapan harus berhenti.
Berhentilah saat kamu belum kenyang, karena berhenti saat kamu kenyang akan membuatmu kekenyangan.
Salam komisi.
A.C. Huang
source : beraniegagal.com
Tidak saya pungkiri bahwa menonton film seri silat adalah salah satu kegemaran saya. Salah satunya adalah film seri Sia Tiauw Eng Hiong. Ada apa dengan film ini ? Berikut tayangan sederhana yang saya tulis beberapa waktu lalu : Di dalam cerita silat Sia Tiauw Eng Hiong, ada empat jago silat yang kondang, yaitu : Ang Cit Kong (ketua partai pengemis) yang dijuluki pengemis Utara, Oey Yok Soe yang dijuluki Sesat Timur, Auw Yang Hong yang dijuluki Racun Barat, dan It Teng Tay Soe yang dijuluki Raja Selatan. Ke-empatnya mempunyai ilmu yang sangat tinggi dan disegani oleh perguruan-perguruan besar seperti Shao Lin.
Selain berilmu tinggi, ke-empatnya mempunyai kebiasaan aneh. Misalnya saja Ang Cit Kong yang mempunyai kebiasaan minum arak dan mencuri makanan enak. Di dalam cerita, dikisahkan mereka mempersiapkan diri untuk bertanding di puncak Hoa San untuk menentukan juara pertama dalam ilmu silat. Mereka juga memperebutkan kitab ilmu silat Kiu Im Cin Keng yang dikenal berisikan teknik silat terhebat. Kitab silat tersebut tersimpan di perguruan Coan Cin Pai, dan perguruan ini menjaganya dengan ketat lewat formasi tujuh bintangnya.
Singkat cerita, Oey Yok Soe berhasil mendapatkan kitab silat tersebut setelah memperdaya Cioe Pek Thong yang dipercaya oleh perguruannya untuk menjaga kitab silat tersebut sesudah ketua perguruan Coan Cin Pay mangkat. Sebenarnya, Oey Yok Soe tidak mencuri atau mengambilnya secara paksa, melainkan dia meminta istrinya untuk menghafalnya. Istri Oey Yok Soe dikisahkan mempunyai kemampuan mengingat yang sangat tinggi meskipun hanya melihat sekilas yang dia baca. Istri Oey Yok Soe meminjam kitab silat dari Cioe Pek Thong dengan alasan mau melihat saja. Oleh karena Cioe Pek Thong lugu maka diperlihatkanlah kita itu ke istri Oey Yok Soe. Dalam tempo singkat, seluruh isi kitab sudah terbaca, dan diingat.
Istri Oey Yok Soe segera menyalinnya. Oleh karena terlalu bekerja keras, akhirnya selesai menyalin, istri Oey Yok Soe sakit dan meninggal dunia. Oey Yok Soe sangat terpukul dan berusaha sekuat tenaga untuk menghidupkannya kembali. Dia membangun sebuah ruangan khusus yang dilapisi oleh batu-batu es dan istrinya dibaringkan di atas batu es supaya tidak membusuk. Setiap malam, Oey Yok Soe mengobati istrinya dengan menyalurkan tenaga dalam. Tapi tidak berhasil dan istrinya tetap mati ! Menyadari hal ini, Oey Yok Soe menghentikan usahanya, dan mulai menerima kenyataan. Tetapi dia tetap berharap istrinya hidup kembali.
Saya juga pernah menjadi seperti Oey Yok Soe, sampai-sampai almarhum Papa menasehati saya bahwa kita ini ibaratnya gelas kosong yang diisi air. Kalau terus menerus diisi maka air akan dapat tumpah. Nasehat ini diberikan kepada saya waktu saya SMA, di saat saya terlalu keras berlatih bulu tangkis, karena saya ingin bisa menjadi juara antar sekolah. Memang, pada waktu itu, saya berlatih setiap hari pagi dan sore. Bahkan hari minggu juga berlatih. Saya berlatih keras, dan tentu tanpa kenal lelah. Melihat cara saya berlatih, guru olahraga yang sekaligus pelatih bulu tangkis saya juga melarang saya berlatih dengan cara demikian.
Dia jelaskan bahwa otot dan tubuh kita juga perlu istirahat untuk pemulihan. Saya tetap bandel dan bahkan berlatih dengan lebih keras ala saya. Dua bulan lebih seminggu, saya berlatih dengan cara demikian, dan memasuki minggu ke dua di bulan kedua, fisik saya tiba-tiba drop ! Saya sakit demam. Saya minum obat demam yang ada, dan tetap berlatih. Saya mempunyai pemikiran bahwa penyakit harus saya lawan dan akan sembuh dengan olahraga. Di saat berlatih, saya tiba-tiba muntah dan Guru olahraga membawa ke klinik sekolah. Saya tidak tahu kejadian selanjutnya, dan yang saya tahu adalah sudah berada di rumah sakit dengan infus dan selang bantu pernafasan.
Berefleksi dari cerita Oey Yok Soe dan pengalaman-pengalaman yang saya alami, saya sadar bahwa sayapun masih sering menjadi seperti Oey Yok Soe, dan meskipun saya sudah pernah masuk rumah sakit gara-gara over training, tetapi saat ini saya juga masih tetap bandel dan memaksa diri untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya di luar limit kemampuan saya. Bekerja keras tanpa istirahat cukup, lupa makan, makan sembarangan (artinya : terlalu banyak makan makanan berlemak, goreng-gorengan, kurang makanan berserat, dll) dan lupa menjaga kesehatan.
Tidak hanya itu, saya juga sering memaksakan sesuatu yang sebenarnya di luar batas kemampuan saya. Memaksakan diri untuk melakukan sesuatu di luar batas kemampuan ini juga pernah saya lakukan. Dua tahun lalu, saya dan partner saya membuka divisi baru di bidang futures trading. Pada waktu itu, kami ditawari untuk membuka usaha ini oleh salah seorang mantan manager di sebuah perusahaan futures. Dia paparkan rencana dan perhitungan hasil usaha, termasuk untung rugi. Kami setuju dan mulailah bisnis baru ini. Tiga bulan berlalu, dan hasilnya masih nol. Bulan berikutnya, ada hasil tapi masih merugi..dan mulai bulan ke 6 kembali nol. Setiap bulan selalu nombok untuk overhead, dan makin lama makin menggelembung jumlahnya. Di bulan ke 9, kami memutuskan untuk stop bisnis ini. Lebih baik kami beri pesangon ke semua staff, daripada tenggelam lebih dalam. Dari pengalaman ini, saya mendapat pencerahan perihal mengapa sering terjadi seorang pengusaha besar rela melepas bisnisnya atau menjualnya ke orang lain. Juga, saya menjadi paham mengapa ada pengusaha yang berani ekspansi justru di saat orang lain tidak berani. Menurut saya, ini adalah hasil pertimbangan matang yang didasarkan pada kemampuan untuk tahu kapan harus maju, dan tahu kapan harus berhenti.
Berhentilah saat kamu belum kenyang, karena berhenti saat kamu kenyang akan membuatmu kekenyangan.
Salam komisi.
A.C. Huang
source : beraniegagal.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar